Jumat, 28 Agustus 2009

PELANGI UNTUK SALIM

Siang itu, 17 April 2009, kubaca harian warta Kota Jakarta, Di Lembaran Head Line-nya diberitakan bahwa sembilan mahasiswa yang berasal Universitas Muhamadiyah Malang dan Universitas Islam Negeri Malang, yang berjumlah 9 orang, terdiri dari 5 pemuda dan 4 pemudi, yang rata-rata berusia antara 20 – 25 tahun, tewas di tempat, akibat mobil yg mereka tumpangi menabrak pohon di daerah wisata Kota Malang, setelah merayakan pesta ulang tahun di sebuah villa salah seorang dari mereka. Ada ngilu mengiris hati ini. Ya benar mereka mati muda, mereka pergi dengan sejuta mimpi yang belum tergapai, pergi dengan membawa kebahagiaan untuk orang-orang yang mereka sayangi. Andai mereka tahu malam itu akan menjadi saat terakhir bagi mereka untuk menyanyikan lagu ulang tahun, menikmati manisnya kue tart atau sekadar berfoto bersama, mungkin mereka tak akan pernah mau untuk menaiki mobil naas itu. Ya Andai Ku Tahu Kapan Tiba Ajalku?! Kira-kira apa yang akan kulakukan? menggelar sajadah, bersujud dan tak henti memohon ampunan-NYA? Atau duduk bersama dengan orang yang ku cinta, menatap lama kedua matanya, dan melewati hari dengan saling berbagi rasa? Atau pergi ke pinggir pantai, menjerit keras agar pintu langit terbuka dan meminta “Tuhan kumohon berikan aku waktu lebih lama, ya karena aku masih punya 1000 cita?”Atau bisakah ku tetap tenang untuk berkata jika ini memang saatnya, maka kuhadapi dengan besar jiwa dan tak akan pernah lari darinya? Ya Seorang Sahabat Kami, Salim Nahdi mungkin termasuk sedikit orang yang tahu kapan kira- kira ajal akan menjemputnya, mungkin juga termasuk sedikit orang yang memilih untuk menghadapi maut dengan besar jiwa. Hari itu Dokter memvonis umurnya hanya akan bertahan paling lama 6 bulan karena kanker usus yang dideritanya. Pada hari itu juga dia bertekad selama 6 bulan yang tersisa akan menulis paling tidak 3 buah buku agama. Dengan pipa selang buatan yang tersambung pada ususnya, Salim tetap menulis untuk berkarya, berjuang dengan rasa sakit itu, ya berpacu dengan waktu. Ternyata Tuhan telah memberi jeda waktu bagi Salim untuk menyelesaikan buku-bukunya, bukan hanya 6 bulan, tapi 6 tahun. Ya Salim memang benar-benar pergi menghadap Tuhan, bukan 6 bulan tapi 6 tahun dari semenjak vonis itu dijatuhkan, bukan dengan 3 karya buku tapi dengan 13 karya buku spiritual. Sebuah pelangi telah dikirimkan Tuhan untuk akhir hidup Salim…Selamat Jalan Sahabat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar