Jumat, 04 September 2009

KUE KENANGAN

Mungkin ramadhan kali ini akan sangat berkesan dalam ingatan saya, karena saya akan berpisah dengan kawan saya. Kawan saya akan berpindah ke luar jawa bersama istri beliau dan putra-putranya, bekerja dan menetap di sana. Seorang kawan saya yang makin bersinar di usianya 50 tahun karena pancaran sinar kesabaran dan kearifan. Usia kami terbentang 25 tahun, tapi sejauh ini pembicaraan kami selalu nyambung dalam banyak hal. Beliau selalu menjadi pendengar yang baik untuk setiap kisah saya, penghibur yang hebat dengan canda-candanya yang selalu segar, seorang imam yang sabar untuk istri beliau dan keenam putra-putrinya, sosok religiusitas yang tetap berdiri tegak di penghujung malam diantara payahnya penyakit jantung yang tengah bersarang dan kelelahan puncak karna setiap hari harus menempuh jarak 140 km antara rumah dan kantor. Tapi senyum dan sabar tak pernah lepas dari beliau, Sudah berapa kali kusampaikan ke beliau “Bapak Itu Sudah Memegang Kunci Untuk Bisa Masuk Pintu Surga, yaitu “Pintu Sabar Rute Ikhlas”.Dan beliau hanya tertawa tak henti-henti mendengar pujian saya. Hal ini karena kelewat sering saya menyaksikan himpitan persoalan, cecaran fitnah, hebatnya pressure, guncangan musibah kehilangan dan deraan sakit, tapi selalu tak pernah kulihat beliau mengumpat, marah, mengeluh bahkan hanya sekedar untuk menghela nafas pun tak kulihat.Sungguh hanya senyum dan sabar yang tak lelah beliau tebar, sungguh bagi saya sebuah pribadi pilihan. Jargon iklan rokok yang berbunyi “tak ada tempat yang panas untuk jiwa-jiwa yang teduh” dan “jangan biarkan kemarahan mengalahkan keramahan” rasa-rasanya layak aku lekatkan pada pribadi beliau. Pada intinya kesabaran itu tak ada batasnya, itu yang beliau ajarkan padaku. Beliau pernah gagal membangun kehidupan rumahtangganya dengan istri pertamanya, sang istri melakukan suatu khilaf sebagai seorang istri dan ibu untuk putra-putranya. Beliau harus berjuang dari nol untuk membesarkan putra-putranya, tapi Tuhan memberi kehidupan dengan istrinya keduanya sekarang jauh lebih sakinah, mawaddah warrahmah. Kami sering curhat dari A – Z tentang hidup. Aku menganggapnya ayah, dan ia pun sudah mengganggapku putrinya yang kadang ditegur atau diberi wejangan. Dan siang pas ramadhan 1430 H ini beliau memberiku kenang-kenangan secarik kertas, resep untuk membuat kue yang beliau akui meracik sendiri, beliau sering membuatkan kue itu untuk istri beliau di rumah, beliau pesan padaku 'kalau sudah pintar bagilah ke sesama”.Kubuka kertas itu dan ku tergelak tak berkesudahan siang itu. Kue manis untuk hidangan buka puasa ataupun saat minum teh di hari biasa, dibawah ini beginilah bunyi resepnya :

BAHAN:
1 pria sehat,
1 wanita sehat,
100% Komitmen,
2 pasang restu orang tua,
1 botol kasih sayang murni.

BUMBU:
1 balok besar humor,
25 gr rekreasi,
1 bungkus doa,
2 sendok teh telpon-telponan,
(Semuanya diaduk hingga merata
dan mengembang)
Tips:
1. Pilih pria dan wanita yang benar-benar matang dan seimbang.
2. Sebaiknya dibeli di toserba bernama TEMPAT IBADAH, walaupun agak mahal tapi mutunya terjamin.
3.Jangan beli di pasar yang bernama DISKOTIK atau PARTY karena walaupun modelnya bagus dan harum baunya tapi kadang menipu konsumen atau kadang menggunakan zat pewarna yang bisa merusak kesehatan.
4.Gunakan Kasih sayang cap "IMAN, HARAP & KASIH" yang telah memiliki sertifikat ISO dari Departemen Kesehatan dan Kerohanian.
Cara Memasak:
1.Pria dan Wanita dicuci bersih, buang semua masa lalunya sehingga tersisa niat tulus ikhlas
2.Siapkan loyang yang telah diolesi dengan komitmen dan restu orang tua secara merata
3.Masukkan niat yang murni ke dalam loyang dan panggang dengan api cinta merata sekitar 30 menit di depan penghulu atau pendeta
4.Biarkan di dalam loyang tadi, sirami dengan semua bumbu di atas
5.Kue siap dinikmati
Catatan:

Kue ini dapat dinikmati oleh pembuatnya seumur hidup dan paling enak dinikmati dalam keadaan kasih yang hangat!

Tapi kalau sudah agak dingin, tambahkan lagi humor segar secukupnya, rekreasi sesuai selera, serta beberapa potong doa kemudian dihangatkan lagi di oven bermerek "Tempat Ibadah" diatas api cinta. Setelah mulai hangat, jangan lupa telepon-teleponan bila berjauhan.Selamat Mencoba : )
(makasih Pak, anda seperti kawanku, ayahku, sahabatku, bibit ilmu yang kau tanamkan selama ini di hati sekarang telah tumbuh menjadi pohon,akarnya kuat menghujam ke dalam bumi, lebat daunnya berselang-seling dengan buahnya, selamat berjuang di tanah baru untuk anda dan keluarga).SUKSES SLALU!!!

Jumat, 28 Agustus 2009

BUKAN KADO BIASA

Aku srng memanggilmu mbk rike, satu lg wanita yg menambah panjang daftar wanita manis dari kebumen. Betul 95 % mbk mirip rieke yg suka muncul di teve. 2 tahun lalu mbk pernah dkt dgn seorang Mas teman pas kuliah yg asli jogja, 4 tahun kuliah bersama, setelah lulus kalian dipertemukan kembali di Jakarta. Mungkin rasa seperantauan, sealmamater membuat kalian kembali dekat di kota ini. Tapi, tanpa kau sangka si Mas berubah, tiada kabar, perlahan menghilang. Kembali atas nama persahabatan, tepat saat si mas berulang tahun, mbak membungkus sebuah kado cantik untuknya. Tapi saat mbak mencoba menghubunginya mas menghindar dengan alasan, hari berganti bulan, mbak kembali menghubunginya, mas kembali menghindar dengan alasan demi alasan. Akhirnya mbak menyerah!!!. Tapi kado cantik itu tetap terbungkus rapi di sudut kamar mbak hingga 2 tahun lamanya. Kenapa mbak?apa persahabatan itu telah berwujud menjadi suatu rasa?Dua tahun mbk tetap tidak membukanya, aku tdk bs bayangkan bgmn caranya selama itu mbk menjaganya tetap utuh dr debu, tikus dan terutama dari rasa kecewa. Tapi apapun itu selamat ya mbak karena mbk telah berhasil menahan ego dan kekecewaan yg kadang sbg manusia biasa dpt muncul saat kita menghadapi orng yg kdng tidak peka thdp niat baik kita. Hingga kemarin sore, sehabis pulang mudik, mbk bercerita bahwa sebuah keajaiban terjadi, mbk ke Jogja, bertemu dgn si mas, dan berhasil memberikan kado itu setelah tertunda 2 tahun dgn cara yg tak pernah dibayangkan sblmnya. Sekali lagi Kesabaran mengajarkan pada kita bahwa segala sesuatu ternyata indah pada waktunya. Untuk teman kosku Mbak Tiny Dyah Pitaloka, semoga di tahun ini cahaya kesalehanmu bisa menembus dinginnya dinding hati Si Mas itu ya mbak!!

MENEMBUS BATAS

pagi ini kuingat pakde dur, seminggu lalu kita bertemu, setelah pemakaman bude dur, tapi mengapa tak kulihat air mata pakde saat itu, bahkan pakde menemui aku dengan canda,canda dan canda.pakde yang menyuguhkan air putih dan kue sendiri dengan tangan msh penuh busa krn sedang mencuci dan rambut putih beruban tak tersisir. Gurat lelah msh terbaca tapi mgp pakde tak menghiraukannya, ke mana perginya air mata itu, bukankah belum sehari bude pergi?bukankah pakde masih bersama dik resa,lia,vita dan arum yg msh kecil2?bukankah 2 minggu merawat bude,pakde hanya tidur 4 jam perhari tanpa lepas tahajud dan yasin?dan tak kulihat air mata di wajah putra2 pakde?padahal kasih ibu tak bisa tergantikan.Dan kutanyakan tentang itu semua, dengan wajah teduhmu engkau bilang bhw rejeki,jodoh,hidup,mati Allah sudah atur dan kuncinya ikhlas.Pakde Dur, aku hny bs bilang kalau pakde telah berhasil menembus batas titik nadir kesadaran manusia akan eksistensinya di dunia. Lalu kapan ya pakde aku akan bisa berhasil sampai pada titik itu seperti dirimu?

TELAGA DI MATA SENJA

Jika suatu waktu kita melakukan perjalanan dari Jakarta melewati kota Kebumen, semoga kita tak sulit menemukan suatu mushola yang terletak di tepi jalan. Mungkin mushola ini telah menjadi kesayangan bagi pelepas penat orang yg berpergian jauh. Ya benar seperti namanya Mushola Ibnu Sabil (= yg dalam bahasa Indonesia ibnu sabil berarti orang yg sedang dlm perjalanan) Betapa tidak, bila saat mudik tiba atau libur panjang, mushola ini selalu sesak penuh. Tengoklah mengapa?, di dalam ruangan beragam buku-buku agama best seller dan al –quran berwarna indah dan cukup mahal berderet rapi, belum lagi kamar mandi dengan shower dan toiletery modern, ruangan berwudhu lengkap dgn kaca dinding, sampai bantal dan alat tidur pun lengkap tersedia. Jika sedang penuh, kita akan melihat dgn mudah seorang tukang parkir di sana, ya seorang bapak tua yg sederhana nan ramah mengatur masuk keluarnya mobil di bawah terik siang. Pengurus mushola berkata kalo pendiri mushola ini adalah seorang pensiunan dokter gigi pertamina yg tinggal di Cilacap, beliau sesekali menyempatkan datang ke mushola ini, di tengah kesibukannya membuka klinik gigi malam hari di Cilacap dan membina anak – anak pelatihan seni menjahit, bila datang, beliau membersihkan sendiri mushola itu,mengepel dan menyapu, beliau akan melihat fasilitas apa dibutuhkan dari pemudik untuk ditambahi di mushola itu.
Beliau tidak pernah marah jika ada saja buku-buku bagus, mukena, peci, atau alquran yang hilang dibawa pergi. Tapi Ajaib, ada saja amplop yang diberikan kepada pengurus mushola dari para pengunjung, yg jumlahnya kalau ditotal lebih dari cukup untuk membeli dari yang telah hilang. Itukah bayaran dari keikhlasan?Lalu, siapa menyangka siapa mengira, jika pendiri mushola itu adalah bapak tua si tukang parkir yang terpanggang terik siang itu. Dan siang kemarin aku bersyukur bisa bertemu dengan beliau, si bapak tukang parkir pendiri mushola. Beliau ke Jakarta untuk menjalani control paska operasi pemasangan cincin dijantungnya. Berbicara lama dengan beliau, tiba-tiba hati ini menjadi basah, apa karena telaga ilmu yang tergambar di kedua matamu yang senja ya Pak?Ya sebuah telaga ilmu di mana setiap cucuran air kearifan, kesederhanaan, kerendahan hati, dan keikhlasan bermuara di sana. Ketika kutanya apa kesibukan bapak saat ini?Beliau menjawab “setiap hari saya sibuk untuk merealisasikan setiap target saya, yaitu bagaimana setiap hari bisa memberikan manfaat untuk diri ini dan sesama. Untuk Bapak dokter gigi Habib, mengapa sekarang mata saya yang menjadi basah oleh telaga ilmu yang Bapak berikan

SILANG HATI

Susah sekali menasehati diri ini untuk tidak lagi silang hati. Jika punya satu keinginan sering sekali menggebu –gebu, merasa inginnya tercapai sesuai yg kumau, cepat hasilnya, baik akhirnya, hati selalu condong ke sana, ke satu pilihan itu, ke satu mimpi itu, tiada kata selain ya itulah yang kumau, ayo kemari mendekatlah, please pilihanku datanglah padaku, berlarilah, dan cepatlah. Padahal sering yg terjadi berbeda dgn apa yg diinginkan. Mengapa? Mungkin memang benar ya bahwa apa yang baik menurutku, sejatinya tidaklah baik untukku. Hati itu laksana pintu, cepat sekali dgn mudah dibuka tutup, Atau laksana buku yang dengan mudah bisa dibolak – balik. Di dunia ini keajaiban terjadi bukan dlm hitungan hari, tapi detik. Ya Aku baru percaya hal itu. Dulu aku sangat menyukai sesuatu, bayangannya kubawa selalu kemana pun kupergi, hingga hati ini terikat, sungguh tak bebas, sungguh tak merdeka, ya terjajah dengan sesuatu yg kusuka, amat tersiksa. Hingga suatu hari, aku meminta pada Tuhan, Ya Tuhanku gantikanlah hatiku dengan hati yang baru, hati yang nol nol jika menyukai sesuatu, bukan hati yang silang (istilah yang kubuat untuk kecenderungan hati yang sangat terikat terhadap sesuatu yg kusukai). Ya sebuah hati yang nol – nol, yaitu hati yang meletakkan segala mimpi dan apapun yg disukai itu di dalam gengaman tangannya saja, bukanlah pada hatinya. Ya Tuhan berikanlah padaku hati yang nol – nol itu, hati yang tidak terikat dgn yg kusukai, hati yang bebas merdeka. Ajaib, suatu pagi, setelah bangun dari tidur, Tuhan benar-benar memberikan hal itu, sebuah hati yang baru padaku. hatiku benar – benar tidak lagi merasa sangat ingin terhadap sesuatu itu, tapi berubah menjadi ya just ingin, jika ingin ya sekadarnya saja, secukupnya saja. Relakan sesuatu yg kita sangat inginkan, karena pasti akan datang sesutu yg lebih baik dari itu semua. sooner and later

RUMAHNYA SURGANYA

Dengan langkah tergesa-gesa ku masuki stasiun kereta api tua Semarang, Tawang, sebab kereta fajar utama berangkat 10 menit lagi, kereta sudah penuh sesak dengan banyak orang yg kembali harus menjemput impian di ibukota, setelah menghabiskan long weekend di kota tentram ini. Setelah sebentar mencari-cari, akhirnya kutemukan tempat dudukku, disebelahku sudah duduk seorang cewek manis, terlihat sederhana tanpa polesan make up, tersenyum hangat padaku, kira-kira usianya 2 atau 3 tahun lebih tua dariku, kucoba membalas senyumnya dengan menyapa ramah padanya, “mbak turun di mana”? Stasiun Senen balasnya dengan lembut. Boleh kita kenalan jawabku? Dia memperkenalkan namanya yaitu Tini. Bisa dibayangkan kami akan bersebelahan selama 8 jam perjalanan, aku hanya ingin kami satu sama lain merasa nyaman selama itu. Setelah kami ngobrol sebentar, dia meminta ijin untuk tidur, tak lama kulihat dia tertidur, wajahnya tampak lelah. Saat kereta berhenti di stasiun Tegal, cuaca panas sekali. Tak lama, diseberangku duduk anak cewek usia ± 6-7 tahun berkata: “Mamah, besok belikan dinda sepeda ya?”. Yang membuatku menghela nafas, si ibu menjawab dengan suara keras dan raut muka judes, “gimana mama mau belikan kamu sepeda, kebiasaan kamu aja joroknya kayak gitu, cewek kok kotornya minta ampun, rubah dulu tuh baru mama pikirin tuk beliin, kulihat sang suami hanya duduk kalem. Si ibu terlihat super cuek dengan tatapan heranku, aku heran dengan caranya menjawab ke anak sekecil itu, anak sepolos itu; aku heran karena tampak terlihat ibu itu ialah orang kaya yang berpendidikan. Aku lebih heran lagi ternyata bukan aku saja yang menatap aneh, mbak tini juga bersikap sama. Rupanya dia terbangun dengan teriakan ibu itu dan mbak tini lalu berkata kalau dia teringat akan anaknya yang harus tinggal terpisah darinya, dia tiba-tiba kangen, rupanya sang anak dalam asuhan ibu mbak tini di Semarang.
Singkat cerita, Mbak tini pun berbagi kisah. Dulu dia sudah bertunangan selama 2 tahun, tunangannya terpisah di Sumatera, dan dia di Jakarta. Tapi selama itu tak pernah ada kepastian kapan menikah, tunangannya selalu mengelak jika ditanya. Di tempat kerjanya yg baru, ada seorang teman cowok yg pendiam namun begitu perhatian. Suatu saat cowok itu bilang “ Tini, saya tahu kamu sudah terikat, tapi kamu selalu ada di benak saya, saya selalu berdoa pada Allah, kalau kita berjodoh pasti didekatkan, kamu tahu saat ini saya hanyalah buruh pabrik, yang punya penghasilan yang mungkin tak cukup besar untuk membahagiakan kamu, tapi saya punya modal yaitu saya hanya ingin mempertanggungjawabkan hidup saya pada Allah dan tidak akan “berbuat yang tidak –tidak” dengan menikahi kamu, jangan ragu untuk mengarungi hidup dengan saya, marilah kita lillahi taala, kita niatkan untuk ibadah pada Tuhan, semoga Allah menjamin.” Air mata mbak tini meleleh, di depannya telah berharap seorang teman yang di matanya baik, tekun shalat dan pekerja keras sangat berniat menikahinya. Apalagi teman cowoknya itu meminta ijin untuk datang ke rumah mbak tini, ibu mbak tini jelas berang, karena sang tunangan masih kerabat dekat, tapi saat si tunangan yang bekerja di Sumatera didesak lagi, tak ada jawaban yg memastikan, sang ibu pun luluh. Mbak tini dan temannya pun menikah. Mitosnya barunya usia suatu pernikahan, ujian besar kerap melanda. Dan ini terbukti, tahun kedua mbak tini sakit dan butuh biaya jutaan rupiah dan sehabis pulang dari menjalani perawatan di rumah sakit, mbk tini syok, putra pertamanya yang berusia 1,5 tahun ada beberapa lebam dan luka-luka ditubuhnya yang diyakini dipukuli sang pembantu, mbak tini histeris, kemarahannya meledak, ingin rasanya dia mencakar-cakar pembantu yang berusia 15 tahun itu, tapi sang suami menggenggam tangannya dengan lembut lalu berujar dengan nada pelan, mulai hari ini kamu berhenti bekerja sebagai pembantu saya.
Sang suami bak malaikat dalam surga dunia rumah tangga buat mbak tini, ya “rumahku surgaku”, ketiadaan pembantu, membuat sang suami kerap turun tangan menyapu, mengepel, mengelap debu-debu perabot, padahal tuntutan pekerjaannya sebagai buruh kerap menguras tenaga, jika mbak tini kelelahan dari bekerja dan belum sempat memasak, sang suami cukup puas dengan menumis kubis putih dengan cabai hijau besar. Karena kesibukan kerja dan belum ada pembantu, terpaksa anak pertama mereka dititipkan ke orang tua mbak tini di Jawa sementara waktu. Ombak menggulung kembali menerpa. Saat mbak tini ingin mengambil anaknya dari asuhan ibunya, sang ibu menolak, berkeras hati kalau sampai si cucu diambil, sama juga membunuh hati sang ibu. Mbak Tini kembali shock, sang nenek sudah terlalu cinta pada sang cucu. Kembali sang suami datang bagai embun di waktu fajar, dengan teduh sang suami berujar, jagalah perasaan ibumu, yang telah menjanda tanpa ayahmu, yakinlah Tuhan akan menggantinya, kalau kita memberi, kita berarti lebih kaya. Memang benar keajaiban ada pada mereka yang ikhlas, sekarang mbak tini sedang hamil 4 bulan anak keduanya. Dan dengan bercanda, mbak tini berkata tak akan pernah menitipkan anaknya kedua ini ke ibunya, kalau dia repot mengurusi lebih baik dia berhenti bekerja, asal anaknya tak lagi terpisah. Terimakasih mbak tini, kubawa hangat senyummu dan gemilangnya ceritamu sebagai semangat untuk meniti hari dan berbagi.(oleh2 dari semarang : 170809). salam terhangat

PELANGI UNTUK SALIM

Siang itu, 17 April 2009, kubaca harian warta Kota Jakarta, Di Lembaran Head Line-nya diberitakan bahwa sembilan mahasiswa yang berasal Universitas Muhamadiyah Malang dan Universitas Islam Negeri Malang, yang berjumlah 9 orang, terdiri dari 5 pemuda dan 4 pemudi, yang rata-rata berusia antara 20 – 25 tahun, tewas di tempat, akibat mobil yg mereka tumpangi menabrak pohon di daerah wisata Kota Malang, setelah merayakan pesta ulang tahun di sebuah villa salah seorang dari mereka. Ada ngilu mengiris hati ini. Ya benar mereka mati muda, mereka pergi dengan sejuta mimpi yang belum tergapai, pergi dengan membawa kebahagiaan untuk orang-orang yang mereka sayangi. Andai mereka tahu malam itu akan menjadi saat terakhir bagi mereka untuk menyanyikan lagu ulang tahun, menikmati manisnya kue tart atau sekadar berfoto bersama, mungkin mereka tak akan pernah mau untuk menaiki mobil naas itu. Ya Andai Ku Tahu Kapan Tiba Ajalku?! Kira-kira apa yang akan kulakukan? menggelar sajadah, bersujud dan tak henti memohon ampunan-NYA? Atau duduk bersama dengan orang yang ku cinta, menatap lama kedua matanya, dan melewati hari dengan saling berbagi rasa? Atau pergi ke pinggir pantai, menjerit keras agar pintu langit terbuka dan meminta “Tuhan kumohon berikan aku waktu lebih lama, ya karena aku masih punya 1000 cita?”Atau bisakah ku tetap tenang untuk berkata jika ini memang saatnya, maka kuhadapi dengan besar jiwa dan tak akan pernah lari darinya? Ya Seorang Sahabat Kami, Salim Nahdi mungkin termasuk sedikit orang yang tahu kapan kira- kira ajal akan menjemputnya, mungkin juga termasuk sedikit orang yang memilih untuk menghadapi maut dengan besar jiwa. Hari itu Dokter memvonis umurnya hanya akan bertahan paling lama 6 bulan karena kanker usus yang dideritanya. Pada hari itu juga dia bertekad selama 6 bulan yang tersisa akan menulis paling tidak 3 buah buku agama. Dengan pipa selang buatan yang tersambung pada ususnya, Salim tetap menulis untuk berkarya, berjuang dengan rasa sakit itu, ya berpacu dengan waktu. Ternyata Tuhan telah memberi jeda waktu bagi Salim untuk menyelesaikan buku-bukunya, bukan hanya 6 bulan, tapi 6 tahun. Ya Salim memang benar-benar pergi menghadap Tuhan, bukan 6 bulan tapi 6 tahun dari semenjak vonis itu dijatuhkan, bukan dengan 3 karya buku tapi dengan 13 karya buku spiritual. Sebuah pelangi telah dikirimkan Tuhan untuk akhir hidup Salim…Selamat Jalan Sahabat